Wednesday, April 15, 2009

Logo sebagai perwakilan produk?

Ada banyak pebisnis sepatu memasang gambar sepatu, dan pebisnis baju memasang gambar baju untuk logonya. Ada banyak dari kita yang menafsirkan logo sebagai sejenis gambar atau elemen visual yang merupakan perwakilan produk. Ini sepintas kelihatan sebagai sesuatu yang wajar-wajar saja (dan secara teknis memang bisa, dan tidak ada seorang pun yang melarang untuk melakukan), namun bila tidak hati-hati, pemahaman dan prilaku ini bisa jadi akan menjadi bumerang yang justru dapat mengancam produk dan brand tersebut. Saya mengumpulkan sedikitnya empat faktor mengapa kita perlu berhati-hati. Yang pertama adalah faktor ikonisasi. Sebuah logo adalah perwakilan paling sederhana dari sesuatu. Rangkuman. Jangkar. Ini adalah salah satu penyebab mengapa hampir rata-rata - bahkan logo-logo kenegaraan sejak abad pertengahan (kalau itu bisa dikategorikan sebagai logo) – selalu merupakan bentukan visual yang sangat sederhana. Melalui kesederhanaanya inilah sebuah logo ini akan lebih cepat dikenali , dipahami, dimanfaatkan seoptimalnya sebagai juru identifikasi. Ikonisasi dari serangkaian produk akan menghadapi banyak sekali konflik sebelum betul-betul dapat menjadi ‘ikon’. Entah itu seputar keakuratan informasi visual dari produk versus kelengkapan (penyederhanaan cenderung akan membuat sebuah komunikasi menjadi kurang spesifik secara fisik, namun sebaliknya, pelengkapan informasi juga tidak lantas membuat sesuatu lebih komunikatif), efisiensi proses ikonisasi versus kesimpang siuran konseptualisasi tersebut, atau hal lainnya. Seringkali ikonisasi produk ini juga menjadi tidak mudah karena tidak semua produk mempunyai bentuk yang spesifik. Coba anda bayangkan harus dilakukan penyederhanaan seperti apa untuk menunjukkan Merica dalam sebuah logo Mie Baso Merica Ojo Dumeh ? atau Wijen dalam Roti Wijen Sakti?

Kedua; faktor persaingan dan diferensiasi. Sepertinya persepsi bahwa logo harus selalu merupakan gambar perwakilan produk akan cenderung menjadikan semua penjual mie tarik punya logo yang sama - ya gambar mie lagi ditarikin itu – kalau tidak berusaha menyederhakan atau malah menambahkan elemen visual agar gambar produknya lebih spesifik lagi.
Yang menarik ialah, penjualan produk dengan jenis yang sama tidak akan persis sama bila dilakukan oleh orang yang berbeda. Ada penjual yang kekuatannya terletak di pelayanan, sementara penjual lain terletak di harga. Dalam konteks ini, penggambaran produk dalam logo seperti itu justru bisa jadi tidak menguntungkan, dan tidak komunikatif bila ternyata bukan hanya keunikan produk-lah yang dijual.

Ketiga: faktor trend produk. Sebuah produk cepat lekang dimakan usia dan trend. Produk Laser Disc misalnya, mempunyai umur yang sangat pendek, produk-produk lain bisa jadi berumur lebih panjang namun semakin hari trend global semakin mendudukkan setiap produk kedalam pusaran keusangan yang semakin cepat. Dalam situasi ini silahkan bayangkan apa yang harus anda lakukan dengan logo dengan gambar sepatu kulit anda bila ternyata trend sepatu bulan depan berubah dari sepatu kulit ke sepatu setengah kulit? Apakah anda akan memutuskan untuk tetap menjual sepatu kulit, dan sulit laris, hanya gara-gara,” waduh, logonya sudah kadung pake gambar sepatu kulit, nih.” Atau anda akan rubah gambar produk tersebut menjadi sepatu setengah kulit agar anda dapat menggeser komoditi anda? Gimana nasib logo tersebut seandainya trend berubah lagi dan kemudian anda harus ekspansi atau menggeser jenis komoditi anda ke bidang fashion berbahan kulit misalnya? Silahkan bayangkan sendiri…

Keempat: faktor profil pemakai/ konsumennya. Ada sebagian dari masyarakat yang tidak atau kurang tahu dan familiar terhadap produk tertentu. Ada kalangan yang tidak familiar, dan bahkan tidak kenal bentuk, warna atau seperti apa sebuah komputer misalnya. Untuk kalangan masyarakat seperti ini, bila anda keukeuh hendak menjual komputer, pemakaian gambar produk dengan sedikit eufimisme ilustrasi kartun/ maskot/ tokoh akan sangat membantu. Masyarakat bisa mendapatkan gambaran yang spesifik tentang produk anda, dengan cara yang fun.

Namun jangan lupa, ada juga kalangan masyarakat dimana komputer tersebut sudah merupakan barang sehari-hari, sudah terlibat sedemikian akrab dan erat dengan kehidupan mereka, sudah bukan barang yang musti dikenalkan dengan cara-cara jenaka lagi. Apakah bila anda pasang gambar komputer dan mungkin ilustrasi maskot didalamnya, konsumen seperti ini akan datang ke toko komputer anda seperti ketika anda menghadapi konsumen sebelumnya ? Belum tentu. Setiap kalangan – dengan berbagai latar belakang pengetahuan, ekonomi, teknologi dan lain sebagainya – telah dan sedang tumbuh dengan melalui budaya informasi dan komunikasi yang berbeda. Begitu juga kalangan ini. Bila di kalangan sebelumnya logo produk dengan maskot kartun akan sangat efektif, bagi kalangan ini bisa jadi ditafsirkan, “ah, produk murah, produk standar, mending gua cari yang lebih pasti, lebih detail, lebih branded”.

(Bersambung)

No comments:

Post a Comment