Monday, February 18, 2008

Desain Grafis, Advertising, Metalingua, dan Morning Mind Breaker dari Enno

Ceritanya pagi itu saya harus melakukan sidang tugas mata kuliah kampanye yang saya asuh satu semester ini. Saya datang beberapa puluh menit lebih awal. Cukup antusias berhubung sudah hampir 2 minggu ga ke kampus. Rindu dendam begitu.

Jam 9 kurang (jadwal sidang jam 9) saya sudah sampe di kantor, naik tangga menuju kelas, pengen tau kesiapan peserta sidang dan mendapati ruangan sidang yang masih keos dan peserta sidang yang baru mulai menginstall materi. Walhasil, saya lontang-lantung cukup lama (sidangnya sendiri baru mulai sekitar jam 11, telat 2 jam, Gosh!). Jalan-jalan. Baca. Ngobrol sedikit-sedikit dengan teman-teman staff pengajar, sampai akhirnya 'terjebak' di salah satu meja di seberang meja Enno (Enno atau Bu Enno, ya?), salah satu staff pengajar yang saya sudah kenal cukup lama, dan untuk kesekian kalinya mengejutkan saya dengan pikiran-pikiran dan pemilihan momen pengungkapannya. Pagi itu, waktu pikiran setiap lagi didefrag, masih belum terlalu solid, termasuk saya. Ditengah lontang lantung penungguan sidang dan adaptasi, Enno ngeluarin satu kata yang sangat memukau, "Saya Muak"... Heuheu... Betul sekali. Jam 9 pagi. Bukan di sinetron tapi live dihadapan saya. Seseorang mengeluarkan kata yang sensitif itu.

Kalimat lengkapnya kalo saya ga lupa, kira-kira gini: "Saya sudah muak dengan pengorientasian DeKaVe (Desain Komunikasi Visual - singkatan, maksudnya) sebagai advertising... kayaknya dimana-mana, di kampus manapun, pembiacaraan tentang DeKaVe selalu diorientasikan ke advertising. Aktifitas yang tujuannya ngerayu orang buat beli produk komersil... gimana dengan aktifitas info grafis, gimana dengan aktifitas-aktifitas dekave buat sesuatu yang sifatnya nonprofit?... bla... bla.. " (sisanya saya lupa-maaf). Meskipun Enno tidak teriak-teriak ketika ngeluarin statement ini, sebetulnya malah agak berbisik-saya terpaksa musti ngedeketin tempat duduknya, tak urung pikiran saya langsung jungkir balik. Heran, kagum, terpesona dan bingung dengan situasi yang tidak pernah saya bayangkan bakal kejadian di pagi yang agak monoton itu dari obrolan sekenanya (waktu itu saya dan Enno ngobrol sambil baca) dengan seorang Enno. Woo Yeah.... Saya langsung menyetel ulang frekwensi otak saya. Let's Rock!.

Waktu itu saya langsung teringat 2 literatur yang pernah saya baca. Yang satu buku Graphic Design as Communication dari Malcolm Barnard (sempat saya review di blog ini kalo gak salah), satu lagi buku Design for Communication: Conceptual Graphic Design Basic dari Elizabeth Reswick dkk, sebagian dari dua buku itu ngebahas DeKaVe - atau tepatnya - desain grafis dari sudut pandang yang kurang lebih sama. Bahwa dari sudut pandang desain grafis, sekali lagi - dari sudut pandang desain grafis-, advertising hanyalah salah satu potensi (Malcolm Barnard sebetulnya menyebutnya sebagai 'fungsi', bukan potensi) dari desain grafis, hasil perkawinannya dengan marketing (atau tepatnya marketing mix yang klasik itu).

Lepas dari sebab musabab kenapa akademi-akademi DeKave lokal sangat fanatik dengan potensi advertising dan promosi komersial ini, lepas juga dari sebetulnya seperti apa potensi, hambatan dan tantangan yang bakal dihadapi seandainya institusi DeKave diarahkan jadi instrumen advertising, sebetulnya potensi DeKave dan desain grafis saya percaya sungguh lebih luas daripada itu. Melalui bukunya, Malcolm Barnard menguraikan hal ini setidaknya kedalam 5 kategori: informasi, persuasi, magic - "... The Second thing is alluded to by Tibor Kalman (1991), when he says that most graphic design is about is 'making something different from what truly is'..." - mentransformasikan sesuatu menjadi sesuatu yang lain, yang terakhir; metalinguistic & pathic function, "...Metalinguistic communication therefore, is a communication that comment on, explains, clarifies or qualified another piece of communication (Ashwin 1989:208). Lebih jelas mengenai premis-premis Malcolm dan ... ini silahkan baca langsung bukunya.

Bila advertising dimanfaatkan sebagai instrumen survival desain grafis. Satu wadah dimana produk, aktifitas dan konsep desain grafis terus direproduksi, konsekwensinya saya pikir akan terjadi satu kondisi dimana desain grafis tentu saja harus berkompromi dengan kaidah-kaidah advertising. Di titik ini saya merasa kejenuhan yang dialami oleh Enno adalah nyata, senyata tidak tertolakkannya pemikiran marketing kapitalistik dalam detik demi detik kehidupan sehari-hari kita, inci demi inci pemikiran dan kebiasaan kita. Desain grafis akan dijudge berdasarkan kualitas-kualitas marketing dan ekonomi. Pencapaian, dan setiap inci dari prosesnya akan dihitung berdasarkan penghitungan-penghitungan marketing. Yang tentu saja berbeda dan sekali lagi, hanya sebagian saja dari kualitas-kualitas multidispliner yang berhubungan dengan desain grafis.

Itulah barangkali kenapa Tibor Kalman dan Michael Beirut, dimasa-masa pertengahan dan akhir karirnya, banting setir dari rutinitas desain (desainer) komersial yang glamor dengan hanya mengerjakan project-project nonprofit . Community based, dan atau dari institusi-institusi nonprofit. Supaya desain grafis dapat diperlakukan lebih leluasa. Well, setidaknya lebih leluasa daripada perlakuan marketing kapitalistik.

Berusaha merunut akar desain grafis, melakukannya fase demi fase prosesnya dengan kesadaran, menemukan sengkarutnya dengan ideologi kapitalis. Menapaki perkawinannya dengan marketing, advertising. Mengamati posisinya sebagai instrumen penjualan benda-benda konsumer. Berusaha menemukan sudut pandang yang berbeda dimana desain bisa menjadi instrumen penghidupan spiritualitas, citizenship, ramah lingkungan, dsb. Ditengah kejumudan, terkadang jauh lebih sulit untuk menerima dan tetap bisa bertahan dengan kesadaran berbeda daripada melawannya mati-matian.

Setidaknya bagi beberapa orang. Beberapa desainer, akademisi, termasuk mungkin Enno dan pastinya juga saya. Mungkin di titik itulah mengapa pagi obrolan yang shocking dan mindbreaking pagi ini jadi punya hikmah. Setidaknya kita bisa membicarakannya, dan sekarang, saya menuliskannya. Hmm. Hari yang sensasional... Siang itu saya meninggalkan kampus sambil mesem-mesem sendiri... Thx

Read more!