Monday, November 03, 2008

Emang standar harganya berapa sih?

Tidak mudah menjawab pertanyaan mengenai standar harga jasa desain grafis. Saya sendiri suka agak gugup. Saya tahu bahwa kita mempunyai industri desain grafis dengan harga yang tidak pernah terpatok di satu nominal. Infact, kisaran harga jasa desain dari studio satu dengan lainnya bisa jadi sangat jomplang. Kita bisa mendapati harga 15 milyar dari studio anu untuk satu kasus redesain sebuah logo, sementara di banyak situs freelance job online setiap harinya bertebaran lelang proyek desain (logo)seharga 200 atau bahkan hanya 50$.

Barangkali, ketiadaan standar harga jasa desain memang muncul karena industri mempersepsi dan memperlakukan desain grafis sebagai 'seni murni '(kita bisa mendapati perbedaan harga karya yang sangat jomplang dari satu seniman dengan seniman lainnya) yang karenanya menjadi sangat relatif. Saya belum tahu pasti. Yang saya tahu pasti ialah fakta bahwa yang dinamakan 'Standar' adalah semacam kesepatan kolektif -formal atau tidak- dan negeri ini punya sedikit -terlalu sedikit- infratruktur, minat, pengetahuan, dan skill kolektif untuk membuat 'Standar-standar untuk dirinya' tersebut.

Lihat saja, meskipun perkembangan teknologi internet dan media terbukti mendorong munculnya beberapa kolektif desain grafis, harus diakui bahwa dari perkumpulan-perkumpulan -yang memang masih terlalu sedikit dan berada di awal-awal pertumbuhan ini- kita tidak dapat berharap terlalu banyak. Ada lebih sedikit atau mungkin bahkan tidak ada, dari perkumpulan tersebut, yang tertarik untuk memasukkan standarisasi harga dalam program atau kebijakannya. Akademi-akademi desain sudah bermunculan, beberapa diantaranya memperoleh 'kesuksesan' penjualan dan profit, namun sebagian besar sulit keluar dari urusan teknis rumah tangga masing-masing. Tidak mungkin pula berharap banyak dari pemerintah. Kreatifitas yang mendasari seluruh aktifitas desain dan desain grafis, seringkali pula disebut-sebut sebagai biang kerok dari kerumitan dan kehilangan motivasi untuk membuat standarisasi.

Yang jelas, dalam situasi seperti inilah desain grafis di negeri ini beroperasi. Beberapa orang mencari-cari standar dan tidak menemukan apa-apa selain kisaran harga untuk dijadikan referensi, beberapa merasa punya standar padahal nyatanya tidak pernah ada kesepakatan yang jelas mengenai standar tersebut. Beberapa komunitas/ asosiasi storyboard artist saya dengar sudah mulai menerapkan standarisasi tarif, sementara sebagian besar llustrator saya percaya, masih beroperasi secara sporadis. Apa memang yang diharapkan dari situasi Outlaw Zone seperti ini?

Tidak mudah untuk dapat mengambil sikap yang objektif dan juga strategis. Saya sendiri memberlakukan kebijakan yang sangat spesifik (yang tidak menggantungkan pada 'standar-standar' harga yang katanya ada di industri) untuk studio saya. Saya tidak pernah tahu pasti apakah hal yang saya lakukan itu benar karena tidak pernah ada indikator standarisasi kolektif untuk mengukurnya. Satu hal yang saya tahu pasti. Dengan budget ini, kebutuhan studio terpenuhi, dan yang jelas, saya punya obat bagi kegugupan saya.

No comments:

Post a Comment